Selasa, 02 Juni 2009

Motivasi Dan Peluang Wanita Di Dunia Kerja

Sejak abad ke 21, kita melihat bahwa wanita mulai masuk di dunia kerja dalam jumlah besar terutama sejak beberapa terakhir. Walaupun wanita telah mulai ada yang berhasil mencapai posisi sebagai pemimpin di pemerintahan dan sebagai manajer menengah di dunia bisnis, tetapi secara prosentase porsinya masih relatif kecil.Berdasarkan fenomena tersebut, pertanyaan yang muncul adalah, apakah wanita haruss lebih banyak tetap berada dirumah, merawat anak untuk waktu yang lama ataukah menyamai laki-laki di dunia kerja. Melalui hal tersebut akan timbul kajian mengenai perbedaan kemampuan yang dimiliki antara pria dan wanita serta motivasi dan peluang wanita untuk mencapai kedudukan tertinggi.
Beberapa ilmuwan mempelajari masuknya wanita di dunia kerja dari perspektif perbedaan gender. Dalam 30 tahun terakhir, ilmuwan yang membela persamaan gender mempunyai argumentasi bahwa semuanya itu berdasarkan pada aplikasi teori yang didominasi oleh pria, sehingga mereka mengembangkan teori dan metode baru untuk mengukur motivasi. Mereka juga memberikan perhatian pada persamaan gender, seperti halnya pada perbedaannya dan menetapkan pengaruh situasi dan konteks, etnik, kelas sosial, dalam kaitan dengan motivasi( Hyde & Kling, 2001).
Tujuan dari makalah ini adalah untuk menunjukkan gambaran singkat tentang teori motivasi dan kemudian mendiskusikan tentang perbedaan gender dalam kaitan motivasi. Kajian akan terbatas pada materi yang merupakan bagian dari hierarki perilaku organisasi dan akan mencakup pembahasan tentang status subordinat, peran dan stereotyping. Pentingnya makalah ini dalam bidang kepemimpinan terkait adalah dengan persoalan gender khususnya terkait dengan peluang dan motivasi wanita di dunia kerja.

Motivasi Dunia Kerja

Pendapatan memang bukan satu-satunya faktor yang membuat motivasi surut. Keadaan di sekitar tempat kerja yang kurang kondusif ikut berpengaruh. Bagaimana akan bekerja baik jika di rekan-rekan kerja tidak bisa diajak bekerja sama dan fasilitas kerja yang minim. Dalam keadaan seperti ini sulit mengharapkan karyawan bekerja sesuai standar yang diminta. Kondisi ini makin parah manakala Anda menjalankan pekerjaan yang itu itu saja tanpa ada rotasi yang proporsional.
Setiap orang hendaknya menyadari daya konsentrasi dan ketahanan diri. Ini penting untuk mengetahui pada tahap mana kejenuhan Anda hadir. Saat rasa jenuh itu biasanya menyebabkan seseorang tidak memiliki semangat untuk mengerjakan sesuatu. Nah, pada tahap seperti ini hendaknya pandai-pandai mencari cara menyelesaikan pekerjaan dengan pola baru. "Tidak ada salahnya Anda mencoba hal baru sepanjang hasilnya positif," kata Brian.Dengan menghadirkan suasana dan pola kerja baru, motivasi Anda akan terangsang dengan sendirinya karena menemukan tantangan baru.
Dengan begitu semangat yang sempat turun akan bangkit dengan sendirinya. Biasanya hal ini tanpa disadari berjalan begitu saja mengikuti hal-hal baru. Dan tak ada salahnya anda mencari mitra kerja baru sejauh tidak mengganggu sistem yang sudah ada.Selain itu motivasi biasanya berhubungan dengan sebuah target yang hendak dicapai. Target jangka pendek seringkali berhubungan dengan kebutuhan sehari-hari yang harus dipenuhi. Sedangkan target jangka panjang berbentuk visi dan tujuan hidup secara keseluruhan. Orang yang memiliki tujuan hidup jelas, biasanya termotivasi untuk meraihnya.
Ada sesuatu yang diharapkan dalam jangka waktu tertentu. Dengan begitu motivasi akan muncul untuk mewujudkan tujuan tadi.Jika setiap orang memahami permasalahan dirinya, maka dengan mudah melakukan identifikasi persoalan hingga merumuskan satu jawaban. Motivasi yang diyakini sebagai stimulus diri pun perlu dirumuskan kapan dalam kondisi pasang dan kapan berada di titik surut. Faktor luar memang berperan memotivasi diri, tapi faktor dalam diri seseorang tak bisa diabaikan begitu saja. Bahkan pada beberapa orang faktor dalam diri menjadi faktor mutlak naik turunnya motivasi.

Pendidikan Cenderung Dibisniskan

Munculnya berbagai cara yang mengarah pada pelanggaran etika akademik yang dilakukan perguruan tinggi kita untuk memenangkan persaingan, menunjukkan bahwa pendidikan kini cenderung dipakai sebagai ajang bisnis. Pola promosi yang memberikan kemudahan dan iming-iming hadiah merupakan suatu gambaran bahwa perguruan tinggi tersebut tidak ada inovasi dalam hal kualitas pendidikan. Kecenderungan tersebut akan menghancurkan dunia pendidikan, karena akhirnya masyarakat bukan kuliah untuk meningkatkan kualitas diri, melainkan hanya mengejar gelar untuk prestise. Kondisi pendidikan tinggi saat ini cukup memprihatinkan. Ada PTS yang mengabaikan proses pendidikan. Bahkan ada PTS yang hanya menjadi mesin pencetak uang, bukan menghasilkan lulusan yang berkualitas. Hal Ini yang membuat persaingan menjadi semakin tidak sehat.
Produk lulusan perguruan tinggi yang proses pendidikannya asal-asalan dan bahkan akal-akalan, juga cenderung menghalalkan segala cara untuk merekrut calon mahasiswa sebanyak-banyaknya, dengan promosi yang terkadang menjebak dengan iming-iming hadiah yang menggiurkan. Apakah ini gambaran pendidikan berkualitas ?. Bahkan ada beberapa PTS di Jakarta yang memainkan range nilai untuk meluluskan mahasiswanya, karena mereka takut, ketika selesai ujian akhir (UTS/UAS) banyak mahasiswanya yang tidak lulus alias IP/IPK nasakom. Sehingga mereka lulus dengan angka pas-pasan yang sebenarnya mahasiswa tersebut tidak lulus. Dalam hal ini semua pihak harus melakukan introspeksi untuk bisa memberi pelayanan pendidikan yang berkualitas. Kopertis, harus bersikap tegas menindak Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang melanggar dan mensosialisasikan aturan yang tak boleh dilanggar oleh PTS. Pengelola perguruan tinggi juga harus menghentikan semua langkah yang melanggar aturan. Kunci pengawasan itu ada secara bertahap di tangan Ketua Program Studi, Direktur, Dekan, Rektor dan Ketua Yayasan.

dUNIA pENDIDIKAN dI eRA gLOBAL

Dominasi era global telah membuat para penyelenggara pendidikan terjebak dalam perasaan ketidak-pastian dengan sistem pendidikan saat ini. Hal ini disebabkan oleh tingkat kemajuan-kemajuan yang dicapai ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi, melampaui kesiapan lembaga-lembaga pendidikan dalam mendesign kurikulum, metode dan sarana yang dimiliki guna menghasilkan lulusan-lulusannya memasuki sebuah era yang ditandai dengan tingkat kompetisi dan perubahan yang begitu masif dan cepat.
Saat ini, persoalan yang dihadapi oleh lembaga pendidikan bukan lagi sekadar relevansi antara content yang diberikan kepada peserta didik dengan kebutuhan dunia kerja supaya lulusannya siap memasuki dunia kerja, tetapi dunia pendidikan juga dituntut untuk selalu mencermati relevansi dimensi paedagogies-didaktif ( antara lain : tehnik pengajaran, kurikulum, metode, tempat pembelajaran dan lainnya ) dengan trend budaya global.Profesor Mastuhu dalam Menata Ulang Pemikiran Sitem Pendidikan Nasional dalam Abad 21 mengemukakan : “Globalisasi sering diterjemahkan “mendunia” atau “mensejagat”. Sesuatu entitas, betapapun kecilnya, disampaikan oleh siapapun, dimanapun dan kapanpun, dengan cepat menyebar ke seluruh pelosok dunia, baik berupa ide, gagasan, data, informasi, produksi, temuan obat-obatan, pembangunan, pembangunan, pemberontakan, sabotase, dan sebagainya; begitu disampaikan, saat itu pula diketahui oleh semua orang di seluruh dunia.
Hal ini biasanya banyak terjadi di lingkungan politik, bisnis, atau perdagangan, dan berpeluang mampu mengubah kebiasaan, tradisi, dan bahkan budaya.Misalnya, Mc Donald’s, Berger King, Domino’s Pizza, Kentucky Fried Chicken, Jean’s, tas tangan merk Gucci dari Itali, kartu kredit City Bank,ABN Amro, dan lain sebagainya. Barang-barang ini telah mampu mengubah kebiasaan, dari sejak : makan, pakaian, dan gaya hidup seseorang atau kelompok dari “tradisi lokal” ke “tradisi global”.
PELUANG PENDIDIKAN DIPLOMA 3 (D3) KEFARMASIAN
DALAM MEMASUKI DUNIA KERJA

Mengikuti perkembangan yang terjadi pada era globalisasi saat ini, mau tidak mau harus diikuti oleh perkembangan ilmupengetahuan yang mendukung. Sudah bukan menjadi rahasia umum lagi kalau pertumbuhan dunia pendidikan di Indonesia juga menunjukkan angka yang signifikan. Mulai dari pendidikan pra sekolah, dasar, menengah sampai pendidikan tinggi. Hal ini menunjukkan adanya kemauan untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan masyarakat. Dengan ingin menunjukkan kelebihannya, terutama lembaga pendidikan tinggi. Dengan segala daya dan upayanya, mereka berusaha mendapatkan peserta didik sebanyak mungkin, hanya untuk pemenuhan kebutuhan materi dan eksistensinya. Hal itu bisa kita lihat dari banyaknya ( terutama sarjana) yang merasa kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Bahkan menjadi pengangguran terpelajar yang “sukses”.
Terbentuknya suatu komunitas pengangguran terpelajar yang “sukses” ini, menunjukkan ketidak siapan lembaga pendidiknya kurang mampu menjawab tantangan dunia kerja. Mengapa ??…..
Karena lembaga pendidikan tersebut jurusan maupun kompetensi yang diajarkan kurang atau bahkan sama sekali tidak sesuai dengan kebutuhan dunia kerja modern. Kebutuhan dunia kerja saat ini, disamping kompetensi yang bagus, juga harus didukung ketrampilan yang mendukung dibidangnya. Kalau pola yang diterapkan di lembaga pendidikan tinggi masih tetap seperti ini, pada tahun-tahun mendatang pengangguran-pengangguran terpelajar yang “sukses” akan semakin banyak dan muncul di semua lapisan masyarakat.
Dunia pendidikan tenaga kesehatanpun seolah juga tidak mau ketinggalan dalam pemanfaatan fenomena tersebut. Khususnya pendidikan diploma 3. Akademi Kebidanan (AKBID) dan Akademi Keperawatan (AKPER) muncul seperti jamur di musim hujan. Dengan segala kapasitas dan kwalitas yang mereka punyai, mereka tidak mau kalah dalam perebutan makanan dengan lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Lain halnya dengan pendidikan kesehatan kefarmasian. Cenderung stagnan. Itu bisa kita lihat dari jumlah lembaga yang mengelola pendidikan kefarmasian yang ada di sekita kita. Untuk di wilayah Jawa Timur, AKFAR ada dua. Satu di Malang dan satunya di Kediri. Sedangkan AKAFARMA ada tiga. Di Malang, Kediri dan Ponorogo. Ini jelas jauh lebih sedikit dibanding AKBID maupun AKPER. Dengan sedikitnya jumlah lembaga yang mengelola pendidiksn kefarmasian, tentunya peluang kerja lulusannya akan semakin besar.
Peluang kerja dunia kefarmasian tidak hanya berkutat di bidang obat-obatan saja. Kebanyakan dari masyarakat kita , kalau mendenga kata “farmasi” konotasi pemikirannya langsung merujuk ke bidang obat-obatan. Padahal kalau kita mau melihat lebih dalam, dunia kefarmasian itu meliputi obat, obat tradisional (jamu), alat kesehatan, kosmetika, makanan dan minuman. Mulai dari proses di produksi, peredaran di masyarakat sampai keamanan penggunaan di tangan konsumen, masih dalam pengawalan dan pengawasan kefarmasian. Kalau kita merujuk mengenai tingkat kebutuhan dan lingkup dunia kefarmasian di atas, tentu peluang kerja bidang kefarmasian menjadi lebih besar.
Putra Indonesia Malang adalah salah satu lembaga pendidikan tenaga kefarmasian di Jawa Timur dan satu-satunya di Malang. Sebagai lembaga pendidikan kefarmasian satu-satunya di Malang, menyambut dan menjawab kebutuhan dunia kerja secara professional. Disamping kemampuan kompetensi dan keahlian di bidang kefarmasian, Kurikulum pendidikan di Putra Indonesia Malang senantiasa mengacu pada kriteria-kriteria kebutuhan dunia kerja. Ini dibuktikan dengan tidak adanya alumni PI-M yang menjadi pengangguran. Bahkan untuk kondisi saat ini mereka cenderung sudah mendapatkan pekerjaan pada akhir masa perkuliahannya. Tanpa menunggu harus lulus dan di wisuda dulu.